EKSPEKTASI LIBURAN


Hari ini adalah hari kedua aku berada di rumah.
Alhamdulillah akhirnya pulang juga!
---------------------
Pagi ini selepas mandi aku kembali berlenyeh-lenyeh di kasur tercinta. Nikmat sekali, sudah lama rasanya aku dan kasur ini tidak berjumpa.
“Tidur lagi aja kali ya?” batinku
Belum sempat aku memejamkan mata tiba-tiba batinku kembali berkata “JANGAN!”.
Lalu setelah itu ingatanku melayang pada sebuah ekspektasi liburanku ini.
Sebelum pulang, aku berekspektasi ketika di rumah akan berupaya fokus memperbaiki diri untuk kehidupan kekal (seperti memperbaiki bacaan Al-Qur’an  dan membaca buku-buku islam yang telah ku persiapkan) yang jadwalnya sudah ku setting sedemikian rupa dalam angan haha.
Maklum saja, karena selama kuliah aku tidak maksimal melakukan semua itu, maka dari itu liburan ini aku harus memaksimalkannya.
Tapi adakalanya ekspektasiku itu tidak sesuai dengan kenyataan, nyatanya sudah dua hari ini jadwalku tidak sepenuhnya berjalan.
Ah, dasar diriku ini!
Saat kuliah aku tidak fokus dalam menggali ilmu agama karena tugas dan berbagai kegiatan yang sepertinya tak pernah selesai.
Bicaraku ini sudah seperti orang yang paling sibuk saja. Padahal tidak.
Ingatanku kembali melayang, kali ini pada sebuah kajian yang aku dengar lewat telepon genggam.
Dalam kajian itu, ada seseorang yang bertanya pada narasumber
“Kak, bagaimana caranya menghafal Al-Qur’an bagi seseorang yang bersekolah di sekolah negeri? Kita kan banyak tugas sekolah yang fokusnya bukan pada agama, beda dengan pesantren”
Lalu narasumber itu menjawab
“Sebenarnya, alasan itu bisa kita cari dimana pun, di kolong meja-pun bisa, alasan-alasan itu seolah-olah akan membenarkan diri kita agar tidak dekat dengan Al-Qur’an. Coba kita perhatikan, dari SD kita ingin menghafal Al-Qur’an namun tidak bisa terealisasikan dengan alasan sibuk sekolah –nanti saja saat liburan-- lalu saat liburan ketika hendak menghafal muncul lagi pemikiran –inikan liburan, enaknya jalan-jalan bukan menghafal Al-Qur’an—dan terus begitu hingga kita SMP, SMA, kuliah. Kerja pun sama saja, kita sibuk dengan pekerjaan. Lantas kita meninggal, lalu menyesal.”
Aku termenung sambil menghitung, ternyata sudah 13 tahun lebih aku duduk di bangku pendidikan formal. Aku terus menghitung, kira-kira sudah berapa lama aku menghabiskan waktu untuk mendekatkan diri pada Tuhan? Pada Al-Qur’an? Adakah 13 tahun? 12 tahun? 9 tahun? 6 tahun? 1 tahun? Atau jangan-jangan hanya sebatas hitungan bulan bahkan jam.
Tiba-tiba badanku seperti kemasukan energi yang sangat besar, aku bangun dan berkata “Ok, ini sudah selesai. Sekarang waktunya fokus dan laksanakan!”.

Bumi Andan Jejama, 14 Desember 2017.

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Hidup sekali harus berarti.

0 komentar:

Post a Comment